Senin, 09 Mei 2011

Novel Harry Potter dan Relikui Kematian Epilog

Epilog
Sembilan belas tahun kemudian
Musim sepi kelihatannya tiba mendadak tahun itu. Pagi pertama bulan September 
terasa segar bagaikan apel, dan sementara keluarga kecil itu bergerak sepanjang 
jalan yang penuh suara gaduh menuju stasiun, asap kendaraan dan nafas para 
pejalan kaki mengambang bagaikan jaring laba-laba di udara dingin. Dua sangkar 
besar berderik-derik di bagian paling atas troli yang penuh muatan sementara 
kedua orangtua mendorongnya; burung hantu di dalamnya berkukuk marah, dan 
gadis berambut merah berjalan ketakutan di belakang saudara-saudara lakilakinya sambil memegang lengan ayahnya. 
“Tidak lama lagi, kau akan pergi juga”, kata Harry kepadanya. 
“Dua tahun”, dengus Lily, “Aku mau pergi sekarang!” 
“Orang-orang di stasiun itu menatap penasaran burung-burung hantu ketika 
keluarga itu bergerak menuju palang diantara peron 9 dan 10, suara Albus 
terdengar di telinga Harry mengatasi keramaian; putera-puteranya 
melanjutkan pertengkaran mereka yang tadi sudah di mulai di dalam mobil. 
“Nggak! Aku nggak mau jadi Slytherin!” 
“James, sudahlah!” kata Ginny. 

“Aku kan cuma bilang mungkin saja”, kata James sambil menyeringai ke arah 
adiknya. “Nggak apa-apa kan, kalau dia jadi Slyth-“ 
Tapi James menangkap tatapan mata ibunya dan terdiam. Kelima anggota 
keluarga Potter mendekati palang. Sambil melemparkan pandangan sedikit 
congkak ke arah adiknya lewat bahunya, James mengambil troli dari ibunya dan 
segera berlari. Sebentar kemudian dia sudah lenyap. 
“Kalian akan mengirimku surat kan?” Albus segera bertanya kepada ayah ibunya. 
“Setiap hari, kalau kau mau”, kata Ginny. 
“Jangan setiap hari”, kata Albus cepat, “James bilang kebanyakan orang cuma 
menderima surat dari rumah sebulan sekali” 
“Kami mengirim James tiga kali tahun lalu”, kata Ginny. 
“Dan kami nggak mau kau percaya semua apa yang dia katakan tentang 
Hogwarts”, Harry menambahkan. “Kakakmu itu suka membanyol” 
Berjalan berdampingan, mereka mendorong troli kedua maju makin cepat. Ketika 
mencapai palang, Albus mengeryit tapi tidak terjadi benturan. Malahan keluarga 
itu muncul di peron 9
3/4 
yang diselimuti uap putih tebal yang keluar dari kereta
Hogwarts Express. Sosok-sosok tak jelas bergerak bergerombol menembus 
kabut, kearah mana James sudah menghilang.. 
“Di mana mereka?” tanya Albus antusias sambil mengamati sosok-sosok 
kabur yang mereka lewati. 
“Mereka akan kita temukan”, kata Ginny dengan nada pasti. 
Tapi kabut itu sangat tebal, dan sulit mengenali wajah orang. Suara-suara yang 
terucap tanpa orangnya terlihat, terdengar keras tak wajar, Harry merasa 
mendengar Percy berbicara keras-keras mengenai peraturan sapu terbang, dan 
dia senang tak perlu berhenti mengucapkan salam. 
“Al, itu sepertinya mereka”  mendadak Ginny berkata. 
Sekelompok orang muncul dari kabut, berdiri di samping gerbong terakhir. 
Wajah mereka makin jelas ketika Harry, Ginny, Lily, dan Albus mendekat. 
“Hi”, kata Albus dengan nada penuh kelegaan. 
Rose yang sudah mengenakan jubah Hogwartsnya yang baru, tersenyum padanya. 
“Parkirnya mulus?” Ron bertanya kepada Harry. “Kalau aku mulus. Hermione tak 
percaya aku lulus ujian mengemudi kaum Muggle, iya kan? Dia pikir aku harus 
memanterai petugas ujiannya” 
“Aku tidak bilang begitu” kata Hermione, “Aku sepenuhnya yakin padamu” 
“Sebenarnya aku memang mengacaukan si penguji dengan mantera”, bisik Ron 
ke telinga Harry ketika mereka mengangkat koper dan burung hantu Albus ke 
dalam kereta, “Aku cuma lupa melihat kaca spion, dan kau tau sendiri kan, aku 
bisa memakai mantera Indera-super untuk itu” 
Kembali ke peron, mereka menemukan Lily dan Hugo, adik Rose, sedang asyik 
mendiskusikan ke dalam asrama mana mereka akan diterima kalau nanti 
mereka masuk Hogwarts. 
“Kalau kau nggak masuk Gryffindor, kau nggak akan dapat warisan”, kata 
Ron, “Tapi nggak ada paksaan kok…” 
“Ron!” 
Lily dan Hugo tertawa, tapi Albus terlihat tenang. “Dia cuma bercanda”, kata 
Hermione dan Ginny, tapi Ron sudah tak memperhatikan lagi. Dia menangkap 
tatapan Harry dan mengangguk tak kentara ke sebuah titik 50 yard jauhnya.
Untuk sesaat uap menipis dan tiga orang terlihat berdiri jelas di tengah kabut 
yang bergerak. 
“Lihat siapa itu” 
Draco Malfoy berdiri di sana bersama istri dan puteranya, mantel berwarna 
gelap terkancing sampai lehernya. Rambutnya terlihat menipis, makin 
menonjolkan dagu tajamnya. Anak lelaki yang baru itu mirip Draco, mengimbangi 
kemiripan Albus dengan Harry. Draco menyadari keberadaan Harry, Ron dan 
Hermione, dan Ginny menatapnya, mengangguk singkat dan berpaling. 
“Jadi itu si kecil Scorpius”, kata Ron pelan. “Pastikan kau menang melawan
dia dalam setiap ujian, Rosie. Sukurlah kau mewarisi otak ibumu” 
“Astaga Ron!” kata Hermione dengan suara tegas bercampur senang. “Jangan 
kau bikin mereka jadi musuh, masuk sekolah saja belum!” 
“Maaf, kau benar”, kata Ron, tapi tanpa bisa menahan diri menambahkan, “Tapi 
jangan terlalu akrab dengan dia, Rosie. Kakek Weasley nggak akan pernah 
memaafkan kalau kau kawin dengan darah-murni” 
“Hey!” 
James muncul kembali, terbebas dari koper, burung hantu dan trolinya, dan 
jelas-jelas bersiap mengabarkan sesuatu. 
“Teddy sudah kembali ke sana” katanya dengan nafas terengah sambil 
menunjuk lewat bahunya ke arah gumpalan uap. “Aku baru lihat dia. Dan coba 
tebak dia lagi ngapain? Merayu Victoire!” 
Dia memandangi para orang dewasa itu, jelas kecewa dengan minimnya tanggapan 
mereka. 
“Teddy! Teddy Lupin!” Merayu Victoire! Sepupu kita! Dan aku tanya dia lagi 
ngapain –“ 
“Kau mengganggu mereka?” kata Ginny. “Kau ini mirip sekali dengan Ron -” 
“- dan dia bilang dia mau mengantar kepergian Victoire! Terus dia suruh aku
pergi. Dia merayunya!” James menambahkan seakan ucapanny atadi masih 
belum jelas. 
“Oh, baik sekali kalau mereka menikah!” Lily berbisik senang. “Teddy betul-betul 
akan jadi keluarga kita!”
“Dia sudah datang makan malam kira-kira empat kali seminggu”, kata Harry, 
“Kenapa tidak kita tuntaskan saja dengan mengundangnya tinggal di rumah?” 
“Yeah!” kata James dengan antusias. “Aku nggak keberatan sekamar dengan 
Al – Teddy bisa pake kamarku!” 
“Tidak” kata Harry tegas. “Kau hanya boleh sekamar dengan Al kalau aku ingin 
rumah kita dihancurkan” 
Dia memeriksa jam tangan tuanya yang dulu adalah milik Fabian Prewett.“Sudah 
hampir jam 11, sebaiknya kalian naik”“Jangan lupa sampaikan salam sayang kami 
kepada Neville!” Ginny memberitahu James sambil memeluknya.“Ma, aku nggak 
bisa menyampaikan salam sayang kepada seorang professor!”“Tapi kau kan kenal 
Neville –“James memutar-mutar matanya.“Di luar, ya, tapi di sekolah dia adalah 
Professor Longbottom bukan? Aku nggak bisa masuk kelas Herbologi terus 
menyampaikan salam sayan…”
Dia mengeleng-geleng membayangkan kebodohan ibunya lalu melampiaskan 
perasaannya dengan berpura-pura hendak menendang Albus.“Sampai nanti, Al. 
hati-hati dengan thestral”
“Lho, bukannya mereka nggak kasat mata? Kau bilang mereka nggak terlihat!” 
tapi James Cuma tertawa, membiarkan ibunya menciumnya, memeluk ayahnya, 
dan melompat kedalam kereta yang cepat penuh. Mereka melihatnya melambai, 
lalu berlari ke koridormencari teman-temannya.
“Kau tak perlu takut dengan thestral”, Harry memberitahu Albus. “Mereka 
lembut, tak ada yang perlu ditakuti. Lagipula kau tak akan pergi ke sekolah naik 
kereta, tapi naik perahu” Ginny memberi Albus ciuman perpisahan.
“Sampai jumpa di hari Natal”“Bye Al” kata Harry ketika puteranya itu 
memeluknya. “Jangan lupa Hagrid mengundangmu minum teh Jumat nanti. Jangan 
macam-macam dengan Peeves. Jangan berduel dengan siapapun sebelum belajar 
caranya. Dan jangan biarkan James mengerjaimu”
“Bagaimana kalau aku masuk Slytherin?”
Bisikan itu hanya ditujukan buat ayahnya, dan Harry tahu bahwa hanya momen 
perpisahan inilah yang memaksa Albus mengungkapkan betapa besar rasa 
takutnya akan hal itu.Harry berjongkok sehingga wajahnya sedikit lebih rendah 
dari wajah Albus. Dari ketiga anak Harry, hanya Albus yang mewarisi mata 
Lily.“Albus Severus”, kata Harry dengan pelan supaya tak serangpun kecuali 
Giny mendengar, dan dia maklum lalu berpura-pura melambai kepada Rose yang 
sudah di atas kereta, “kau diberi nama seperti nama dua kepala sekola 
Hogwarts. Satunya adalah Slytherin dan diamungkin adalah orang paling berani
yang aku tahu”
“Tapi misalnya aku masuk –““- lalu asrama Slytherin akan mendapat seorang 
murid hebat bukan? Tidak akan jadi masalah buat kami, Al. Tapi kalau itu penting 
buatmu, kau akan bisa memilih Gryffindor dibanding Slytherin. Topi Seleksi 
memeperhitungkan pilihanmu juga”“Benar begitu?”“Waktu aku dulu, begitu”, kata 
Harry.Dia belum pernah menceritakan hal itu kepada anak-anaknya sebelumnya, 
dan dia melihat rasa takjub di wajah Albus ketika dia mengucapkan hal itu. Tapi 
kini pintu-pintu mulai terbanting tertutup sepanjang kereta merah tua itu, dan 
para orang tua  maju melemparkan ciuman terakhir, tanda peringatan terakhir. 
Albus melompat ke dalam kereta dan Ginny menutup pintu di belakangnya. Para 
siswa bergantungan di jendala. Wajah-wajah, baik yang di dalam maupun di luar 
kereta seolah-oleh berpaling ke arah Harry. 
“Kenapa mereka semua memandangi kita?” tanya Albus ketika dia dan Rose 
menjulurkan leher memandangi siswa-siswa lainnya. 
“Nggak usah dirisaukan”, kata Ron. “Aku yang mereka pandangi. Aku sangat 
terkenal” Albus, Rose, Hugo dan Lily tertawa. Kereta mulai bergerak dan 
Harry berjalan di sisinya, memperhatikan wajah kurus anaknya yang penuh 
dengan kegembiraan. Harry terus tersenyum dan melambai, meski agak berat 
hatinya melihat anaknya menjauh darinya… 
Jejak uap yang terakhir menguap di udara musim semi. Kereta membelok di 
tikungan. Tangan Harry masih melambaikan salam perpisahan. 
“Dia akan baik-baik saja”, gumam Ginny.Sambil menatapnya, tanpa sadar Harry 
menurunkan tangannya dan menyentuh bekas luka berbentuk petir di dahi.
““Dia akan baik-baik saja”, gumam Ginny.Sambil menatapnya, tanpa sadar Harry 
menurunkan tangannya dan menyentuh bekas luka berbentuk petir di dahi.
“Iya, aku tahu”Luka itu sudah tidak menyakitkan lagi selama 19 tahun. Semuanya
baik-baik saja.

0 komentar:

Posting Komentar

The sorting hat says that I belong in Hufflepuff!

Said Hufflepuff, "I'll teach the lot, and treat them just the same."

Hufflepuff students are friendly, fair-minded, modest, and hard-working. A well-known member was Cedric Diggory, who represented Hogwarts in the most recent Triwizard Tournament.

 


Take the most scientific Harry Potter Quiz ever created.

Get Sorted Now!

The sorting hat says that I belong in Slytherinr!

Said Slytherin, "We'll teach just those whose ancestry is purest."

Slytherin students are typically cunning and hungry for power. Important members include Draco Malfoy (Harry's nemesis), Professor Severus Snape (head of Slytherin), and Lord Voldemort.

   
Take the most scientific Harry Potter Quiz ever created.

Get Sorted Now!

The sorting hat says that I belong in Ravenclaw!

<

Said Ravenclaw, "We'll teach those whose intelligence is surest."

Ravenclaw students tend to be clever, witty, intelligent, and knowledgeable.
Notable residents include Cho Chang and Padma Patil (objects of Harry and Ron's affections), and Luna Lovegood (daughter of The Quibbler magazine's editor).


Take the most scientific Harry Potter Quiz ever created.

Get Sorted Now!

The sorting hat says that I belong in Gryffindor!

Said Gryffindor, "We'll teach all those with brave deeds to their name."

Students of Gryffindor are typically brave, daring, and chivalrous.
Famous members include Harry, Ron, Hermione, Albus Dumbledore (head of Hogwarts), and Minerva McGonagall (head of Gryffindor).


Take the most scientific Harry Potter Quiz ever created.

Get Sorted Now!